Kisah Raksasa

Kisah Raksasa

Patung Stalin yang dihancurkan di Wilayah Transbaikal

Salah satu kartu pos langka dengan potret ini.

Salah satu potret batu terbesar Stalin berdiri di Jalur Kereta Api Trans-Siberia di Wilayah Transbaikal. Terlihat dari kejauhan saat kereta mendekati Stasiun Amazar. Relief muncul pada tahun 1935 ketika jalur kedua kereta api Moskow-Vladivostok sedang dibangun. Sebagian besar, pembangunan dilakukan oleh tahanan Bamlag, Kamp Kerja Pemasyarakatan Baikal-Amur, yang narapidananya menghadapi kondisi yang sangat brutal. Patung itu ternyata didirikan di atas batu setinggi 6 meter oleh para tahanan atas inisiatif mereka sendiri, meskipun tidak ada penjelasan yang jelas tentang apa motif mereka. Beberapa sumber menyata bahwa akan itu adalah ide dari seorang tahanan. Sementara yang lain mengklaim bahwa dua atau tiga tahanan menulis surat kepada Stalin, dan mengusulkan membuat potret batu dengan harapan kondisi di kamp mereda. Menurut cerita versi ini, Stalin secara tiba-tiba setuju dan bahkan kemudian memaafkan para tahanan. Apa pun yang sebenarnya terjadi, kita tahu bahwa patung itu berdiri di dekat rel selama sekitar 20 tahun, dan ketika sebuah kereta mendekati batu itu, pengemudinya akan mengumumkan melalui pengeras suara bahwa batu itu dapat dilihat dari jendela.

Bagaimanapun, profil Stalin dibuat dengan menggunakan batang baja tulangan, batu dan beton dan dipasang di puncak batu. Tingginya sekitar tiga meter dan bahkan terlihat oleh cahaya bulan. Pada tahun 1949, untuk ulang tahun ke-70 Stalin, patung itu diterangi dengan lampu sorot. Kemudian pada tahun 1956 selama De-Stalinisasi, monumen itu diledakkan. Menurut akun resmi, hal itu dilakukan karena terancam ambruk. Namun, foto-foto langka dapat ditemukan dari beberapa kartu pos yang dijual di kereta api tersebut.

Pembaca yang budiman,

Situs web dan akun media sosial kami terancam dibatasi atau diblokir lantaran perkembangan situasi saat ini. Karena itu, untuk mengikuti konten terbaru kami, lakukanlah langkah-langkah berikut:

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Gatotkaca lahir dari pernikahan Bimasena dari keluarga Pandawa dengan Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa Bimasena dari keluarga Pandawa menikahi Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang bayi laki-laki yang sakti mandraguna berjuluk Gatotkaca.

Saking kuatnya, Gatotkaca dikisahnya berotot kawat bertulang besi. Bahkan, hingga satu tahun sejak kelahirannya, tali pusar Tetuka, nama Gatotkaca ketika masih bayi, belum bisa dipotong menggunakan senjata apa pun. Pamannya, Arjuna lalu bertapa meminta petunjuk dewa untuk menolong keponakannya karena kakak tertua dari Yudistira, Bimasena, dan Arjuna, di saat yang sama bertapa mencari pusaka. Lantaran wajah Karna dan Arjuna yang mirip, membuat Batara Narada memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan Arjuna.

Setelah tersadar, Narada meminta Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Pertempuran pun tak terelakan. Lolos dengan membawa Konta, sementara Arjuna hanya berhasil merebut sarung dari pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta yang terbuat dari kayu mastaba itu digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Namun, sarung senjata itu musnah ditelan perut Tetuka.

Salah satu dewa, Kresna berpendapat kayu Mustaba itu akan menambah kekuatan bayi Tetuka, tetapi membuatnya kelak tewas di tangan pemilik senjata Konta. Tetuka kemudian diasuh seorang pendeta bernama Narada di kahyangan yang sedang digempur Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Tetuka lalu berhadapan dengan Patih Sekipu. Semakin dihajar, justru Tetuka semakin kuat.

Sekipu yang tak kuat melawan Tetuka lalu mengembalikannya ke Narada untuk dibesarkan. Tetuka lalu diceburkan ke dalam kawah Candradimuka, Gunung Jamurdipa. Semua dewa melemparkan beragam jenis senjata ke dalam kawah.

Setelah itu, Tetuka muncul dari dalam kawah Candradimuka sebagai pria dewasa yang berbadan besar seperti raksasa dengan taring menghiasi mulutnya. Semua pusaka dewa sudah menyatu di dalam tubuhnya. Tetuka lalu berhasil membunuh Sekipu dengan gigitan taring. Kresna memotong taring Tetuka dan memintanya berhenti menggunakan sifat raksasa.

Batara Guru (raja kahyangan) menghadiahkan Kotang Antrakusuma, Caping Basunanda dan Terompah Padakacarma untuk dikenakan Tetuka. Sejak saat itu namanya berubah menjadi Gatot Kaca. Ia mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket lalu membunuh Kapapracona.

Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati, gadis dari Kerajaan Naga. Dari pernikahan tersebut mereka mempunyai anak bernama Barbarika. Sementara dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca sempat menikahi sepupunya Pregiwa, putri Arjuna, dan menjadi raja Kerajaan Pringgandani. Dikisahkan Gatotkaca harus berjuang keras merebut hati Pregiwa dan bersaing dengan Laksamana Mandrakumara dari keluarga Kurawa. Namun, akhirnya Gatotkaca dan Pregiwa menikah hingga dikaruniai seorang putra yang bernama Sasikirana.

Kesaktian yang dimiliki Gatotkaca, selain didapatkan dari ayah dan ibunya, juga lantaran pusaka sakti yang diwariskan para dewa. Pusaka-pusaka itu yang dibawanya melawan pasukan Kurawa di Perang Baratayudha.

Pusaka-pusaka tersebut diberikan Kahyangan atas jasanya menghentikan Pracona dan Sekipu yang kemudian menjadi asal-usulnya menggunakan nama Gatotkaca. Salah satu pusaka yang didapatkannya adalah rompi ikonisnya yang bernama Antakusuma. Jika Gatotkaca menggunakan pusaka tersebut, maka dia bisa terbang dengan bebas tanpa menggunakan sayap. Di tangan kanannya, Gatotkaca memegang pusaka Aji Brajamusti yang membuat pukulannya amat mematikan.

Akhir hidup Gatotkaca cukup ironis, meskipun gugur di medan perang. Saat itu di Perang Baratayudha, Gatotkaca terbang setinggi-tingginya untuk menghindari pusata Konta Wijaya yang digunakan Karna. Namun Gatotkaca tewas tertusuk pusaka Konta Wijaya yang mencari sarungnya, di mana sarung pusaka tersebut tertelan di dalam perut Gatotkaca saat memotong tali pusar. Peristiwa itu memiliki arti Gatotkaca hanya bisa terluka atau terbunuh karena pusaka tersebut.

Gatotkaca pun gugur pada perang Baratayudha di Kurusetra. Meskipun ajalnya sudah tiba dan tewas dengan senjata Konta yang menyatu dengan sarung senjata Konta dalam tubuhnya. Jasad Gatotkaca mampu menghancurkan kereta Karna dan menjadikan prajurit Korawa yang ada di sekitarnya tewas terkena pecahan kereta Karna tersebut.

Gatotkaca lahir dari pernikahan Bimasena dari keluarga Pandawa dengan Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa Bimasena dari keluarga Pandawa menikahi Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang bayi laki-laki yang sakti mandraguna berjuluk Gatotkaca.

Saking kuatnya, Gatotkaca dikisahnya berotot kawat bertulang besi. Bahkan, hingga satu tahun sejak kelahirannya, tali pusar Tetuka, nama Gatotkaca ketika masih bayi, belum bisa dipotong menggunakan senjata apa pun. Pamannya, Arjuna lalu bertapa meminta petunjuk dewa untuk menolong keponakannya karena kakak tertua dari Yudistira, Bimasena, dan Arjuna, di saat yang sama bertapa mencari pusaka. Lantaran wajah Karna dan Arjuna yang mirip, membuat Batara Narada memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan Arjuna.

Setelah tersadar, Narada meminta Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Pertempuran pun tak terelakan. Lolos dengan membawa Konta, sementara Arjuna hanya berhasil merebut sarung dari pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta yang terbuat dari kayu mastaba itu digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Namun, sarung senjata itu musnah ditelan perut Tetuka.

Salah satu dewa, Kresna berpendapat kayu Mustaba itu akan menambah kekuatan bayi Tetuka, tetapi membuatnya kelak tewas di tangan pemilik senjata Konta. Tetuka kemudian diasuh seorang pendeta bernama Narada di kahyangan yang sedang digempur Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Tetuka lalu berhadapan dengan Patih Sekipu. Semakin dihajar, justru Tetuka semakin kuat.

Sekipu yang tak kuat melawan Tetuka lalu mengembalikannya ke Narada untuk dibesarkan. Tetuka lalu diceburkan ke dalam kawah Candradimuka, Gunung Jamurdipa. Semua dewa melemparkan beragam jenis senjata ke dalam kawah.

Setelah itu, Tetuka muncul dari dalam kawah Candradimuka sebagai pria dewasa yang berbadan besar seperti raksasa dengan taring menghiasi mulutnya. Semua pusaka dewa sudah menyatu di dalam tubuhnya. Tetuka lalu berhasil membunuh Sekipu dengan gigitan taring. Kresna memotong taring Tetuka dan memintanya berhenti menggunakan sifat raksasa.

Batara Guru (raja kahyangan) menghadiahkan Kotang Antrakusuma, Caping Basunanda dan Terompah Padakacarma untuk dikenakan Tetuka. Sejak saat itu namanya berubah menjadi Gatot Kaca. Ia mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket lalu membunuh Kapapracona.

Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati, gadis dari Kerajaan Naga. Dari pernikahan tersebut mereka mempunyai anak bernama Barbarika. Sementara dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca sempat menikahi sepupunya Pregiwa, putri Arjuna, dan menjadi raja Kerajaan Pringgandani. Dikisahkan Gatotkaca harus berjuang keras merebut hati Pregiwa dan bersaing dengan Laksamana Mandrakumara dari keluarga Kurawa. Namun, akhirnya Gatotkaca dan Pregiwa menikah hingga dikaruniai seorang putra yang bernama Sasikirana.

Kesaktian yang dimiliki Gatotkaca, selain didapatkan dari ayah dan ibunya, juga lantaran pusaka sakti yang diwariskan para dewa. Pusaka-pusaka itu yang dibawanya melawan pasukan Kurawa di Perang Baratayudha.

Pusaka-pusaka tersebut diberikan Kahyangan atas jasanya menghentikan Pracona dan Sekipu yang kemudian menjadi asal-usulnya menggunakan nama Gatotkaca. Salah satu pusaka yang didapatkannya adalah rompi ikonisnya yang bernama Antakusuma. Jika Gatotkaca menggunakan pusaka tersebut, maka dia bisa terbang dengan bebas tanpa menggunakan sayap. Di tangan kanannya, Gatotkaca memegang pusaka Aji Brajamusti yang membuat pukulannya amat mematikan.

Akhir hidup Gatotkaca cukup ironis, meskipun gugur di medan perang. Saat itu di Perang Baratayudha, Gatotkaca terbang setinggi-tingginya untuk menghindari pusata Konta Wijaya yang digunakan Karna. Namun Gatotkaca tewas tertusuk pusaka Konta Wijaya yang mencari sarungnya, di mana sarung pusaka tersebut tertelan di dalam perut Gatotkaca saat memotong tali pusar. Peristiwa itu memiliki arti Gatotkaca hanya bisa terluka atau terbunuh karena pusaka tersebut.

Gatotkaca pun gugur pada perang Baratayudha di Kurusetra. Meskipun ajalnya sudah tiba dan tewas dengan senjata Konta yang menyatu dengan sarung senjata Konta dalam tubuhnya. Jasad Gatotkaca mampu menghancurkan kereta Karna dan menjadikan prajurit Korawa yang ada di sekitarnya tewas terkena pecahan kereta Karna tersebut.

Gatotkaca lahir dari pernikahan Bimasena dari keluarga Pandawa dengan Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa Bimasena dari keluarga Pandawa menikahi Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang bayi laki-laki yang sakti mandraguna berjuluk Gatotkaca.

Saking kuatnya, Gatotkaca dikisahnya berotot kawat bertulang besi. Bahkan, hingga satu tahun sejak kelahirannya, tali pusar Tetuka, nama Gatotkaca ketika masih bayi, belum bisa dipotong menggunakan senjata apa pun. Pamannya, Arjuna lalu bertapa meminta petunjuk dewa untuk menolong keponakannya karena kakak tertua dari Yudistira, Bimasena, dan Arjuna, di saat yang sama bertapa mencari pusaka. Lantaran wajah Karna dan Arjuna yang mirip, membuat Batara Narada memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan Arjuna.

Setelah tersadar, Narada meminta Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Pertempuran pun tak terelakan. Lolos dengan membawa Konta, sementara Arjuna hanya berhasil merebut sarung dari pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta yang terbuat dari kayu mastaba itu digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Namun, sarung senjata itu musnah ditelan perut Tetuka.

Salah satu dewa, Kresna berpendapat kayu Mustaba itu akan menambah kekuatan bayi Tetuka, tetapi membuatnya kelak tewas di tangan pemilik senjata Konta. Tetuka kemudian diasuh seorang pendeta bernama Narada di kahyangan yang sedang digempur Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Tetuka lalu berhadapan dengan Patih Sekipu. Semakin dihajar, justru Tetuka semakin kuat.

Sekipu yang tak kuat melawan Tetuka lalu mengembalikannya ke Narada untuk dibesarkan. Tetuka lalu diceburkan ke dalam kawah Candradimuka, Gunung Jamurdipa. Semua dewa melemparkan beragam jenis senjata ke dalam kawah.

Setelah itu, Tetuka muncul dari dalam kawah Candradimuka sebagai pria dewasa yang berbadan besar seperti raksasa dengan taring menghiasi mulutnya. Semua pusaka dewa sudah menyatu di dalam tubuhnya. Tetuka lalu berhasil membunuh Sekipu dengan gigitan taring. Kresna memotong taring Tetuka dan memintanya berhenti menggunakan sifat raksasa.

Batara Guru (raja kahyangan) menghadiahkan Kotang Antrakusuma, Caping Basunanda dan Terompah Padakacarma untuk dikenakan Tetuka. Sejak saat itu namanya berubah menjadi Gatot Kaca. Ia mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket lalu membunuh Kapapracona.

Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati, gadis dari Kerajaan Naga. Dari pernikahan tersebut mereka mempunyai anak bernama Barbarika. Sementara dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca sempat menikahi sepupunya Pregiwa, putri Arjuna, dan menjadi raja Kerajaan Pringgandani. Dikisahkan Gatotkaca harus berjuang keras merebut hati Pregiwa dan bersaing dengan Laksamana Mandrakumara dari keluarga Kurawa. Namun, akhirnya Gatotkaca dan Pregiwa menikah hingga dikaruniai seorang putra yang bernama Sasikirana.

Kesaktian yang dimiliki Gatotkaca, selain didapatkan dari ayah dan ibunya, juga lantaran pusaka sakti yang diwariskan para dewa. Pusaka-pusaka itu yang dibawanya melawan pasukan Kurawa di Perang Baratayudha.

Pusaka-pusaka tersebut diberikan Kahyangan atas jasanya menghentikan Pracona dan Sekipu yang kemudian menjadi asal-usulnya menggunakan nama Gatotkaca. Salah satu pusaka yang didapatkannya adalah rompi ikonisnya yang bernama Antakusuma. Jika Gatotkaca menggunakan pusaka tersebut, maka dia bisa terbang dengan bebas tanpa menggunakan sayap. Di tangan kanannya, Gatotkaca memegang pusaka Aji Brajamusti yang membuat pukulannya amat mematikan.

Akhir hidup Gatotkaca cukup ironis, meskipun gugur di medan perang. Saat itu di Perang Baratayudha, Gatotkaca terbang setinggi-tingginya untuk menghindari pusata Konta Wijaya yang digunakan Karna. Namun Gatotkaca tewas tertusuk pusaka Konta Wijaya yang mencari sarungnya, di mana sarung pusaka tersebut tertelan di dalam perut Gatotkaca saat memotong tali pusar. Peristiwa itu memiliki arti Gatotkaca hanya bisa terluka atau terbunuh karena pusaka tersebut.

Gatotkaca pun gugur pada perang Baratayudha di Kurusetra. Meskipun ajalnya sudah tiba dan tewas dengan senjata Konta yang menyatu dengan sarung senjata Konta dalam tubuhnya. Jasad Gatotkaca mampu menghancurkan kereta Karna dan menjadikan prajurit Korawa yang ada di sekitarnya tewas terkena pecahan kereta Karna tersebut.

Gatotkaca lahir dari pernikahan Bimasena dari keluarga Pandawa dengan Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa Bimasena dari keluarga Pandawa menikahi Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang bayi laki-laki yang sakti mandraguna berjuluk Gatotkaca.

Saking kuatnya, Gatotkaca dikisahnya berotot kawat bertulang besi. Bahkan, hingga satu tahun sejak kelahirannya, tali pusar Tetuka, nama Gatotkaca ketika masih bayi, belum bisa dipotong menggunakan senjata apa pun. Pamannya, Arjuna lalu bertapa meminta petunjuk dewa untuk menolong keponakannya karena kakak tertua dari Yudistira, Bimasena, dan Arjuna, di saat yang sama bertapa mencari pusaka. Lantaran wajah Karna dan Arjuna yang mirip, membuat Batara Narada memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan Arjuna.

Setelah tersadar, Narada meminta Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Pertempuran pun tak terelakan. Lolos dengan membawa Konta, sementara Arjuna hanya berhasil merebut sarung dari pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta yang terbuat dari kayu mastaba itu digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Namun, sarung senjata itu musnah ditelan perut Tetuka.

Salah satu dewa, Kresna berpendapat kayu Mustaba itu akan menambah kekuatan bayi Tetuka, tetapi membuatnya kelak tewas di tangan pemilik senjata Konta. Tetuka kemudian diasuh seorang pendeta bernama Narada di kahyangan yang sedang digempur Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Tetuka lalu berhadapan dengan Patih Sekipu. Semakin dihajar, justru Tetuka semakin kuat.

Sekipu yang tak kuat melawan Tetuka lalu mengembalikannya ke Narada untuk dibesarkan. Tetuka lalu diceburkan ke dalam kawah Candradimuka, Gunung Jamurdipa. Semua dewa melemparkan beragam jenis senjata ke dalam kawah.

Setelah itu, Tetuka muncul dari dalam kawah Candradimuka sebagai pria dewasa yang berbadan besar seperti raksasa dengan taring menghiasi mulutnya. Semua pusaka dewa sudah menyatu di dalam tubuhnya. Tetuka lalu berhasil membunuh Sekipu dengan gigitan taring. Kresna memotong taring Tetuka dan memintanya berhenti menggunakan sifat raksasa.

Batara Guru (raja kahyangan) menghadiahkan Kotang Antrakusuma, Caping Basunanda dan Terompah Padakacarma untuk dikenakan Tetuka. Sejak saat itu namanya berubah menjadi Gatot Kaca. Ia mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket lalu membunuh Kapapracona.

Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati, gadis dari Kerajaan Naga. Dari pernikahan tersebut mereka mempunyai anak bernama Barbarika. Sementara dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca sempat menikahi sepupunya Pregiwa, putri Arjuna, dan menjadi raja Kerajaan Pringgandani. Dikisahkan Gatotkaca harus berjuang keras merebut hati Pregiwa dan bersaing dengan Laksamana Mandrakumara dari keluarga Kurawa. Namun, akhirnya Gatotkaca dan Pregiwa menikah hingga dikaruniai seorang putra yang bernama Sasikirana.

Kesaktian yang dimiliki Gatotkaca, selain didapatkan dari ayah dan ibunya, juga lantaran pusaka sakti yang diwariskan para dewa. Pusaka-pusaka itu yang dibawanya melawan pasukan Kurawa di Perang Baratayudha.

Pusaka-pusaka tersebut diberikan Kahyangan atas jasanya menghentikan Pracona dan Sekipu yang kemudian menjadi asal-usulnya menggunakan nama Gatotkaca. Salah satu pusaka yang didapatkannya adalah rompi ikonisnya yang bernama Antakusuma. Jika Gatotkaca menggunakan pusaka tersebut, maka dia bisa terbang dengan bebas tanpa menggunakan sayap. Di tangan kanannya, Gatotkaca memegang pusaka Aji Brajamusti yang membuat pukulannya amat mematikan.

Akhir hidup Gatotkaca cukup ironis, meskipun gugur di medan perang. Saat itu di Perang Baratayudha, Gatotkaca terbang setinggi-tingginya untuk menghindari pusata Konta Wijaya yang digunakan Karna. Namun Gatotkaca tewas tertusuk pusaka Konta Wijaya yang mencari sarungnya, di mana sarung pusaka tersebut tertelan di dalam perut Gatotkaca saat memotong tali pusar. Peristiwa itu memiliki arti Gatotkaca hanya bisa terluka atau terbunuh karena pusaka tersebut.

Gatotkaca pun gugur pada perang Baratayudha di Kurusetra. Meskipun ajalnya sudah tiba dan tewas dengan senjata Konta yang menyatu dengan sarung senjata Konta dalam tubuhnya. Jasad Gatotkaca mampu menghancurkan kereta Karna dan menjadikan prajurit Korawa yang ada di sekitarnya tewas terkena pecahan kereta Karna tersebut.

Batu Tiga Pemimpin di Bashkiria

Di Pegunungan Ural Selatan, sekitar 250 km dari ibu kota Bashkiria — Ufa, Anda dapat menemukan salah satu karya seni paling tidak biasa di dunia: sebuah batu yang menyerupai Karl Marx, Friedrich Engels dan Vladimir Lenin. Seniman Bashkir Bulat Rakhimov dan dua asistennya menciptakan Gunung Rushmore versi Soviet ini pada 1970-an. Mereka menggunakan oker merah untuk cat, karena bisa diaplikasikan tanpa persiapan awal dari batu. Mereka melakukan pekerjaan yang digantung dari tebing dalam "buaian", dan hasilnya ternyata sangat monumental, dengan setiap potret seukuran bangunan 18 lantai! Secara total, potret mencakup area dengan lebar 50 meter dan tinggi 70 meter.

Gunung ini dapat dilihat di sepanjang salah satu rute wisata populer Soviet dan tentu saja dengan cepat menjadi terkenal. Gunung Kyzyltash (yang berarti "batu merah" dalam bahasa Bashkir) segera mulai disebut "Batu Tiga Pemimpin" atau "Batu Klasik". Lebih dari 35 tahun, gambar telah memudar secara signifikan, tetapi dalam foto-foto lama potretnya sangat jelas.

Batu Ikonostasis di Wilayah Altai

Eto shorcy (CC BY-SA 3.0)

Tebing setinggi 80 meter ini mendapatkan namanya karena sebuah relief yang menggambarkan Vladimir Lenin. Terletak 180 km dari kota Biysk (Siberia selatan) di tepi kanan Sungai Biya. Profil Lenin diukir di tebing terjal setelah Perang Dunia II oleh Ivan Sychev, seorang guru dari desa tetangga — Turochak. Dia dimotivasi oleh keinginan untuk meninggalkan kenangan tentang dirinya sendiri (atau begitulah cara penduduk setempat menjelaskan apa yang menginspirasinya). Awalnya, ada juga relief Stalin, tetapi dihancurkan pada tahun 1957. Sychev harus turun ke tebing di atas buaian yang ditangguhkan, untuk melakukan pekerjaan itu — membutuhkan waktu beberapa minggu untuk menyelesaikannya.

Pada akhir tahun 1970-an, Batu Ikonostasis dinyatakan sebagai monumen alam yang penting secara bersejarah. Hal ini dilindungi oleh negara sampai hari ini.

Gatotkaca lahir dari pernikahan Bimasena dari keluarga Pandawa dengan Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa Bimasena dari keluarga Pandawa menikahi Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang bayi laki-laki yang sakti mandraguna berjuluk Gatotkaca.

Saking kuatnya, Gatotkaca dikisahnya berotot kawat bertulang besi. Bahkan, hingga satu tahun sejak kelahirannya, tali pusar Tetuka, nama Gatotkaca ketika masih bayi, belum bisa dipotong menggunakan senjata apa pun. Pamannya, Arjuna lalu bertapa meminta petunjuk dewa untuk menolong keponakannya karena kakak tertua dari Yudistira, Bimasena, dan Arjuna, di saat yang sama bertapa mencari pusaka. Lantaran wajah Karna dan Arjuna yang mirip, membuat Batara Narada memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan Arjuna.

Setelah tersadar, Narada meminta Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Pertempuran pun tak terelakan. Lolos dengan membawa Konta, sementara Arjuna hanya berhasil merebut sarung dari pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta yang terbuat dari kayu mastaba itu digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Namun, sarung senjata itu musnah ditelan perut Tetuka.

Salah satu dewa, Kresna berpendapat kayu Mustaba itu akan menambah kekuatan bayi Tetuka, tetapi membuatnya kelak tewas di tangan pemilik senjata Konta. Tetuka kemudian diasuh seorang pendeta bernama Narada di kahyangan yang sedang digempur Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Tetuka lalu berhadapan dengan Patih Sekipu. Semakin dihajar, justru Tetuka semakin kuat.

Sekipu yang tak kuat melawan Tetuka lalu mengembalikannya ke Narada untuk dibesarkan. Tetuka lalu diceburkan ke dalam kawah Candradimuka, Gunung Jamurdipa. Semua dewa melemparkan beragam jenis senjata ke dalam kawah.

Setelah itu, Tetuka muncul dari dalam kawah Candradimuka sebagai pria dewasa yang berbadan besar seperti raksasa dengan taring menghiasi mulutnya. Semua pusaka dewa sudah menyatu di dalam tubuhnya. Tetuka lalu berhasil membunuh Sekipu dengan gigitan taring. Kresna memotong taring Tetuka dan memintanya berhenti menggunakan sifat raksasa.

Batara Guru (raja kahyangan) menghadiahkan Kotang Antrakusuma, Caping Basunanda dan Terompah Padakacarma untuk dikenakan Tetuka. Sejak saat itu namanya berubah menjadi Gatot Kaca. Ia mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket lalu membunuh Kapapracona.

Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati, gadis dari Kerajaan Naga. Dari pernikahan tersebut mereka mempunyai anak bernama Barbarika. Sementara dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca sempat menikahi sepupunya Pregiwa, putri Arjuna, dan menjadi raja Kerajaan Pringgandani. Dikisahkan Gatotkaca harus berjuang keras merebut hati Pregiwa dan bersaing dengan Laksamana Mandrakumara dari keluarga Kurawa. Namun, akhirnya Gatotkaca dan Pregiwa menikah hingga dikaruniai seorang putra yang bernama Sasikirana.

Kesaktian yang dimiliki Gatotkaca, selain didapatkan dari ayah dan ibunya, juga lantaran pusaka sakti yang diwariskan para dewa. Pusaka-pusaka itu yang dibawanya melawan pasukan Kurawa di Perang Baratayudha.

Pusaka-pusaka tersebut diberikan Kahyangan atas jasanya menghentikan Pracona dan Sekipu yang kemudian menjadi asal-usulnya menggunakan nama Gatotkaca. Salah satu pusaka yang didapatkannya adalah rompi ikonisnya yang bernama Antakusuma. Jika Gatotkaca menggunakan pusaka tersebut, maka dia bisa terbang dengan bebas tanpa menggunakan sayap. Di tangan kanannya, Gatotkaca memegang pusaka Aji Brajamusti yang membuat pukulannya amat mematikan.

Akhir hidup Gatotkaca cukup ironis, meskipun gugur di medan perang. Saat itu di Perang Baratayudha, Gatotkaca terbang setinggi-tingginya untuk menghindari pusata Konta Wijaya yang digunakan Karna. Namun Gatotkaca tewas tertusuk pusaka Konta Wijaya yang mencari sarungnya, di mana sarung pusaka tersebut tertelan di dalam perut Gatotkaca saat memotong tali pusar. Peristiwa itu memiliki arti Gatotkaca hanya bisa terluka atau terbunuh karena pusaka tersebut.

Gatotkaca pun gugur pada perang Baratayudha di Kurusetra. Meskipun ajalnya sudah tiba dan tewas dengan senjata Konta yang menyatu dengan sarung senjata Konta dalam tubuhnya. Jasad Gatotkaca mampu menghancurkan kereta Karna dan menjadikan prajurit Korawa yang ada di sekitarnya tewas terkena pecahan kereta Karna tersebut.

Gatotkaca lahir dari pernikahan Bimasena dari keluarga Pandawa dengan Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa Bimasena dari keluarga Pandawa menikahi Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang bayi laki-laki yang sakti mandraguna berjuluk Gatotkaca.

Saking kuatnya, Gatotkaca dikisahnya berotot kawat bertulang besi. Bahkan, hingga satu tahun sejak kelahirannya, tali pusar Tetuka, nama Gatotkaca ketika masih bayi, belum bisa dipotong menggunakan senjata apa pun. Pamannya, Arjuna lalu bertapa meminta petunjuk dewa untuk menolong keponakannya karena kakak tertua dari Yudistira, Bimasena, dan Arjuna, di saat yang sama bertapa mencari pusaka. Lantaran wajah Karna dan Arjuna yang mirip, membuat Batara Narada memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan Arjuna.

Setelah tersadar, Narada meminta Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Pertempuran pun tak terelakan. Lolos dengan membawa Konta, sementara Arjuna hanya berhasil merebut sarung dari pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta yang terbuat dari kayu mastaba itu digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Namun, sarung senjata itu musnah ditelan perut Tetuka.

Salah satu dewa, Kresna berpendapat kayu Mustaba itu akan menambah kekuatan bayi Tetuka, tetapi membuatnya kelak tewas di tangan pemilik senjata Konta. Tetuka kemudian diasuh seorang pendeta bernama Narada di kahyangan yang sedang digempur Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Tetuka lalu berhadapan dengan Patih Sekipu. Semakin dihajar, justru Tetuka semakin kuat.

Sekipu yang tak kuat melawan Tetuka lalu mengembalikannya ke Narada untuk dibesarkan. Tetuka lalu diceburkan ke dalam kawah Candradimuka, Gunung Jamurdipa. Semua dewa melemparkan beragam jenis senjata ke dalam kawah.

Setelah itu, Tetuka muncul dari dalam kawah Candradimuka sebagai pria dewasa yang berbadan besar seperti raksasa dengan taring menghiasi mulutnya. Semua pusaka dewa sudah menyatu di dalam tubuhnya. Tetuka lalu berhasil membunuh Sekipu dengan gigitan taring. Kresna memotong taring Tetuka dan memintanya berhenti menggunakan sifat raksasa.

Batara Guru (raja kahyangan) menghadiahkan Kotang Antrakusuma, Caping Basunanda dan Terompah Padakacarma untuk dikenakan Tetuka. Sejak saat itu namanya berubah menjadi Gatot Kaca. Ia mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket lalu membunuh Kapapracona.

Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati, gadis dari Kerajaan Naga. Dari pernikahan tersebut mereka mempunyai anak bernama Barbarika. Sementara dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca sempat menikahi sepupunya Pregiwa, putri Arjuna, dan menjadi raja Kerajaan Pringgandani. Dikisahkan Gatotkaca harus berjuang keras merebut hati Pregiwa dan bersaing dengan Laksamana Mandrakumara dari keluarga Kurawa. Namun, akhirnya Gatotkaca dan Pregiwa menikah hingga dikaruniai seorang putra yang bernama Sasikirana.

Kesaktian yang dimiliki Gatotkaca, selain didapatkan dari ayah dan ibunya, juga lantaran pusaka sakti yang diwariskan para dewa. Pusaka-pusaka itu yang dibawanya melawan pasukan Kurawa di Perang Baratayudha.

Pusaka-pusaka tersebut diberikan Kahyangan atas jasanya menghentikan Pracona dan Sekipu yang kemudian menjadi asal-usulnya menggunakan nama Gatotkaca. Salah satu pusaka yang didapatkannya adalah rompi ikonisnya yang bernama Antakusuma. Jika Gatotkaca menggunakan pusaka tersebut, maka dia bisa terbang dengan bebas tanpa menggunakan sayap. Di tangan kanannya, Gatotkaca memegang pusaka Aji Brajamusti yang membuat pukulannya amat mematikan.

Akhir hidup Gatotkaca cukup ironis, meskipun gugur di medan perang. Saat itu di Perang Baratayudha, Gatotkaca terbang setinggi-tingginya untuk menghindari pusata Konta Wijaya yang digunakan Karna. Namun Gatotkaca tewas tertusuk pusaka Konta Wijaya yang mencari sarungnya, di mana sarung pusaka tersebut tertelan di dalam perut Gatotkaca saat memotong tali pusar. Peristiwa itu memiliki arti Gatotkaca hanya bisa terluka atau terbunuh karena pusaka tersebut.

Gatotkaca pun gugur pada perang Baratayudha di Kurusetra. Meskipun ajalnya sudah tiba dan tewas dengan senjata Konta yang menyatu dengan sarung senjata Konta dalam tubuhnya. Jasad Gatotkaca mampu menghancurkan kereta Karna dan menjadikan prajurit Korawa yang ada di sekitarnya tewas terkena pecahan kereta Karna tersebut.

Bagaimana Bashkiria menjadi rumah bagi “Jawaban Komunis” hingga tampak seperti Gunung Rushmore Amerika? Serta apa yang terjadi pada patung Stalin di jalur kereta Trans-Siberia?

Kami tidak tahu persis berapa banyak potret pemimpin Soviet yang diukir atau digambar di atas batu. Seiring waktu berjalan, banyak dari mereka yang terabaikan bahkan hancur. Namun Anda masih bisa melihat beberapa patung kolosal yang masih utuh.

Stalin di Ossetia Utara

Di Kaukasus, potret Joseph Stalin masih tersimpan di Ngarai Tsey Ossetia Utara. Patung itu, yang dilukis di atas batu, menyambut semua pelancong di Jalan Raya Transkaukasia dan menggambarkan pemimpin Soviet dalam suasana hati yang reflektif. Di sisi lain dari batu yang sama Anda dapat melihat penggambaran penyair nasional Ossetia Kosta Khetagurov. Batu raksasa, yang terletak di sisi gunung, tingginya sekitar empat meter dan dianggap sebagai salah satu objek wisata utama di republik ini.

Setelah kecaman terhadap "pemujaan kepribadian" Stalin, monumen-monumen untuknya dihancurkan, tetapi yang ini berhasil bertahan. Menurut salah satu legenda, batu itu didorong ke jurang, tetapi beberapa penduduk setempat yang gigih, menariknya kembali dan mengembalikannya ke tempat semula. Banyak penduduk setempat percaya bahwa Stalin merupakan akar dari Ossetia.

Kisah Ular Raksasa di Kalimantan Bikin Heboh Media Asing, Jadi Misteri di Belantara Borneo

Penampakan ular raksasa. (Foto: Dumpaday.com)

https://nasional.okezone.com/read/2022/08/25/337/2654192/kisah-ular-raksasa-di-kalimantan-bikin-heboh-media-asing-jadi-misteri-di-belantara-borneo

ULAR raksasa di belantara Kalimantan dipercaya memiliki panjang hingga 80 – 100 meter. Bagian kepalanya menyerupai naga dilengkapi tujuh lubang hidung. Hal itu merupakan mitos ular legendaris bernuansa mistis, sebagaimana ditulis media asing Telegraf.

Pada tahun 2009 foto yang diduga penampakan Ular Nabau menghebohkan media-media luar negeri. Melihat fisiknya, jelas ular yang satu ini memiliki ukuran yang besar dibanding hewan melata sejenis.

Johan Michael Median Pasha dalam status Facebook menuliskan bahwa ular tersebut bisa dibilang merupakan salah satu Anaconda-nya Indonesia.

Baca juga: 2 Ular Piton Raksasa Gegerkan Pekerja di Malaysia, Begini Penampakannya

Ular raksasa asli tanah Kalimantan itu disebut sebagai Tangkalaluk dalam bahasa lokal setempat atau phyton raja yang menjadi salah satu penguasa lebatnya belantara Borneo. Sosok ular tersebut juga termasuk sangat langka, di mana jarang ada orang yang bisa menemuan keberadaannya.

Johan Michael menyebutkan ular tersebut menirukan suara rusa, orang utan atau suara burung untuk menarik perhatian mangsanya. Dengan posisi kepala menjuntai ke bawah dan ekor terkait di atas pohon, menjadi cara bagi ular tersebut untuk menghabisi mangsanya.

Sementara Orang Dayak sangat mempercayai tentang adanya Nabau ular raksasa berkepala seperti lembu atau kerbau itu. Orang Kalimantan sendiri percaya Nabau mendiami Sungai Mahakam dan wilayah Kutai Kartanegara.

Masyarakat percaya bahwa terdapat seekor ular naga raksasa yang menjaga sungai tersebut. Konon katanya, saking besarnya ular tersebut, disebutkan bahwa kepalanya ada di Kota Tenggarong dan ekornya sampai Kota Samarinda.

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan

dan nantikan kejutan menarik lainnya

Gatotkaca lahir dari pernikahan Bimasena dari keluarga Pandawa dengan Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa Bimasena dari keluarga Pandawa menikahi Arimbi, putri dari Kerajaan Pringgandani, negeri bangsa raksasa. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang bayi laki-laki yang sakti mandraguna berjuluk Gatotkaca.

Saking kuatnya, Gatotkaca dikisahnya berotot kawat bertulang besi. Bahkan, hingga satu tahun sejak kelahirannya, tali pusar Tetuka, nama Gatotkaca ketika masih bayi, belum bisa dipotong menggunakan senjata apa pun. Pamannya, Arjuna lalu bertapa meminta petunjuk dewa untuk menolong keponakannya karena kakak tertua dari Yudistira, Bimasena, dan Arjuna, di saat yang sama bertapa mencari pusaka. Lantaran wajah Karna dan Arjuna yang mirip, membuat Batara Narada memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan Arjuna.

Setelah tersadar, Narada meminta Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Pertempuran pun tak terelakan. Lolos dengan membawa Konta, sementara Arjuna hanya berhasil merebut sarung dari pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta yang terbuat dari kayu mastaba itu digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Namun, sarung senjata itu musnah ditelan perut Tetuka.

Salah satu dewa, Kresna berpendapat kayu Mustaba itu akan menambah kekuatan bayi Tetuka, tetapi membuatnya kelak tewas di tangan pemilik senjata Konta. Tetuka kemudian diasuh seorang pendeta bernama Narada di kahyangan yang sedang digempur Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Tetuka lalu berhadapan dengan Patih Sekipu. Semakin dihajar, justru Tetuka semakin kuat.

Sekipu yang tak kuat melawan Tetuka lalu mengembalikannya ke Narada untuk dibesarkan. Tetuka lalu diceburkan ke dalam kawah Candradimuka, Gunung Jamurdipa. Semua dewa melemparkan beragam jenis senjata ke dalam kawah.

Setelah itu, Tetuka muncul dari dalam kawah Candradimuka sebagai pria dewasa yang berbadan besar seperti raksasa dengan taring menghiasi mulutnya. Semua pusaka dewa sudah menyatu di dalam tubuhnya. Tetuka lalu berhasil membunuh Sekipu dengan gigitan taring. Kresna memotong taring Tetuka dan memintanya berhenti menggunakan sifat raksasa.

Batara Guru (raja kahyangan) menghadiahkan Kotang Antrakusuma, Caping Basunanda dan Terompah Padakacarma untuk dikenakan Tetuka. Sejak saat itu namanya berubah menjadi Gatot Kaca. Ia mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket lalu membunuh Kapapracona.

Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati, gadis dari Kerajaan Naga. Dari pernikahan tersebut mereka mempunyai anak bernama Barbarika. Sementara dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca sempat menikahi sepupunya Pregiwa, putri Arjuna, dan menjadi raja Kerajaan Pringgandani. Dikisahkan Gatotkaca harus berjuang keras merebut hati Pregiwa dan bersaing dengan Laksamana Mandrakumara dari keluarga Kurawa. Namun, akhirnya Gatotkaca dan Pregiwa menikah hingga dikaruniai seorang putra yang bernama Sasikirana.

Kesaktian yang dimiliki Gatotkaca, selain didapatkan dari ayah dan ibunya, juga lantaran pusaka sakti yang diwariskan para dewa. Pusaka-pusaka itu yang dibawanya melawan pasukan Kurawa di Perang Baratayudha.

Pusaka-pusaka tersebut diberikan Kahyangan atas jasanya menghentikan Pracona dan Sekipu yang kemudian menjadi asal-usulnya menggunakan nama Gatotkaca. Salah satu pusaka yang didapatkannya adalah rompi ikonisnya yang bernama Antakusuma. Jika Gatotkaca menggunakan pusaka tersebut, maka dia bisa terbang dengan bebas tanpa menggunakan sayap. Di tangan kanannya, Gatotkaca memegang pusaka Aji Brajamusti yang membuat pukulannya amat mematikan.

Akhir hidup Gatotkaca cukup ironis, meskipun gugur di medan perang. Saat itu di Perang Baratayudha, Gatotkaca terbang setinggi-tingginya untuk menghindari pusata Konta Wijaya yang digunakan Karna. Namun Gatotkaca tewas tertusuk pusaka Konta Wijaya yang mencari sarungnya, di mana sarung pusaka tersebut tertelan di dalam perut Gatotkaca saat memotong tali pusar. Peristiwa itu memiliki arti Gatotkaca hanya bisa terluka atau terbunuh karena pusaka tersebut.

Gatotkaca pun gugur pada perang Baratayudha di Kurusetra. Meskipun ajalnya sudah tiba dan tewas dengan senjata Konta yang menyatu dengan sarung senjata Konta dalam tubuhnya. Jasad Gatotkaca mampu menghancurkan kereta Karna dan menjadikan prajurit Korawa yang ada di sekitarnya tewas terkena pecahan kereta Karna tersebut.

Potret Lenin di Kislovodsk

Potret batu Lenin lainnya dapat ditemukan di kota tetangga Kislovodsk, tepat di taman setempat. Relief ini dibuat dari perunggu pada tahun 1927 dan menempel pada batu yang disebut sebagai Krasnyye Kamni (Batu Merah) oleh penduduk setempat, karena terbuat dari batu pasir merah. Batu tersebut sebenarnya adalah karya versi kedua. Karya pertama dibuat pada tahun 1924, setelah kematian Lenin, ketika potretnya hanya diukir di batu tersebut. Namun, karena batu pasir agak rapuh, potret itu mulai hancur dengan cepat.

Potret Lenin yang terpelihara sampai hari ini.

Alexei Danichev/Sputnik

Kemudian dibuat suatu keputusan untuk membuat potret dari perunggu, dan hampir seabad kemudian lukisan itu masih terpelihara dengan sempurna.

Lenin di Gunung Mashuk di Pyatigorsk

Ini adalah potret Lenin versi Soviet.

Di lereng selatan Gunung Mashuk, di sebelah kota spa Pyatigorsk (Wilayah Stavropol), ada tebing terjal dengan potret besar pemimpin Bolshevik Vladimir Lenin. Tempat tersebut ditandai di peta sebagai Leninskiye Skaly (Lenin Rocks). Batu tersebut dilukis pada tahun 1925 oleh seniman Nikolai Shuklin dengan bantuan dua asisten. Hanya butuh enam hari bagi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan itu, dan upacara pembukaan itu tidak hanya dihadiri oleh para pemimpin partai lokal tetapi juga oleh Clara Zetkin, salah satu Komunis Jerman yang paling terkemuka.

Potret modern di Pyatigorsk.

Potret itu dilukis dengan minyak, dan sang seniman kembali untuk merenovasi karyanya pada tahun 1960. Pada tahun 2009, lukisan itu dinodai oleh pengacau, tetapi kemudian pada tahun 2018 seniman Stavropol Igor Zbritsky memulihkannya. Sebuah jalan setapak turis mengarah ke potret itu — terlepas dari kenyataan bahwa beberapa meter terakhir adalah pendakian yang cukup sulit, selalu ada banyak pengunjung di Lenin Rocks.

Anda mungkin ingin melihat